Laman

September 05, 2016

Senang Berkenalan Denganmu 1

Aku mengamati dari balik pagar perak seorang Ibu dan anak lelakinya, mungkin seangkatan denganku, sedang asyik mengobrol bersama sang nyonya rumah. Aku tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan dan apa tujuan mereka datang. Lebih baik aku menunggu mereka pulang, atau mungkin masuk melalui pintu dapur kalau aku tidak cukup sabar menunggu.

Logo Hello My Mr Astronaut by Ensu Labs

Kedengarannya kurang sopan, aku berusaha menghindar dari tamu-tamu yang datang ke rumah ini. Belakangan, mereka yang datang itu bukan kenalan ataupun temanku, melainkan kenalan sang nyonya rumah alias Nyokap. Beberapa waktu yang lalu, aku terlalu ceroboh memasuki pekarangan tanpa melihat siapa yang bertamu, Nyokap langsung mencegat dan menyuruhku berkenalan dengan seorang tamu lelaki. Katanya sih mau dijadikan calon, ya calon pasanganku. Hingga detik ini aku belum mengonfirmasi lelaki itu.

Bagiku bukan waktu yang tepat saat sedang fokus mengerjakan tugas akhir kuliah, tapi Nyokap semakin menggodaku. Ucapan Nyokap selalu berulang dan menghasilkan topik baru yang merupakan penjumlahan dari dua topik sebelumnya, seperti bilangan Fibonacci. Adapun intisari yang kuingat, yaitu lebih baik mencari calon pasangan dari sekarang supaya aku percaya diri dengan membawa PW, singkatan dari “Pendamping Wisuda”.

PW atau bukan, aku punya banyak kawan baik untuk memeriahkan hari wisuda nanti. Salah satunya Bagas, dia teman sekelasku, memiliki rambut hitam dengan kulit berwarna kecoklatan. Kacamata bulatnya membuat dia seperti kutu buku sejati nan kuper, tapi di lapangan dia salah satu atlet futsal terbaik di fakultas. Kami sering menghabiskan waktu berdua di perpustakaan, tentu saja untuk belajar bersama. Siapa sangka sisi kutu bukunya sangat membantu di saat otakku tidak sukses dalam menyerap materi di kelas. Aku tidak berharap lebih sebagai teman, tapi aku punya pendapat pribadi kalau dia itu memang manis.

Hampir setengah jam aku mengintip, gelas tinggi yang disuguhkan untuk para tamu masih terisi penuh dengan es sirup putih sarikaya. Apa mereka baru datang? Sampai kapan aku harus menunggu dan mematung di bawah terik matahari? Menara kesabaran yang kususun dengan hati-hati itu rubuh seketika. Akhirnya aku memutuskan untuk menyelinap dari dapur melalui gang sempit di samping rumahku. Aku masih ingat ada celah pagar yang tidak dilengkapi kawat berduri atau pecahan beling. Pertama aku melemparkan tas gendong warna merahku melewati atas pagar, kedua aku memanjat pagar tersebut. Setelan harian berupa sneakers dan skinny jeans dengan ukuran pas memang sesuai gayaku yang lincah. Namun jika kupikirkan kembali, aku seperti maling di siang bolong walaupun bangunan yang aku masuki ini adalah rumahku sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar